MakhlukBertaliHijau
#EPS3
14 September 2013. Semenjak mengenal Ayu, hari - hariku berlalu begitu indah. Makin
kesini, aku semakin dekat dengannya. Interaksi kita pun semakin membaik. Dari
yang awal kenal cuma bales, “ya”. Sekarang udah mendingan, “Iya”. Satu tambahan huruf yang amat berarti.
Semenjak kenal
dia, aku juga semakin rajin kuliah. Gak pernah telat malah. Sekarang aku ke kampus 30
menit sebelum masuk. Dulu, aku ke kampus kalau temen udah chat, "Bro, dosennya udah dateng nih!".
Semenjak kenal dia pula, aku juga mulai menyukai apa yang dia sukai. Dia suka warna ungu, aku juga suka. Dia suka teddy bear, aku juga suka. Dia suka cowo, aku juga suka. #yha
Satu hal yang belum kutanyakan tentang dia adalah statusnya, aku ragu menanyakannya. Tapi kalau dilihat dari responnya ke aku sih, seharusnya pertanyaan itu gak perlu dilontarkan. Dia udah ngebuka celah buat aku masuk ke zona hidupnya. Kayaknya ya, pede aja dulu.
Pagi
itu, kita akan melaksanakan ujian mid semester Matematika. Kita duduk di bagian tengah kelas. Seperti biasa, Ayu
duduk di sebelahku. Antara senang sama takut sebenarnya. Senang dia ada di
sebelahku, tapi takut malah jadinya ntar gak fokus.
“Spesial untuk kelas ini, ujiannya boleh open book”, kata asdos sambil membagikan soal. "Kalau open handphone boleh pak?", tanya murid dari depan kiri kelas. Asdos mengangguk mengiyakan. Tak lama kemudian, terdengar lagi celetukan dari pojok belakang kelas, " Kalau open hatinya buat saya boleh juga pak?". Suasana pun hening.
Semua
mahasiswa mengerjakan ujian dengan seksama dan diam. Diam – diam nyontek lebih
tepatnya. Ada yang diam - diam ngintipin kertas jawaban sebelahnya. Ada yang terang - terangan pinjam kertas jawaban sebelahnya. Ada juga yang cuma bisa diam aja. Iya, kertas ujiannya yang lagi dipinjam.
Alhamdulillah,
ujian Matematika berhasil aku lalui dengan sempurna. “Untung soalnya gampang ya hehe”,
kataku basa – basi ke Ayu. Dia cuma balas dengan senyumnya. “Eh iya! Untung
gampang ya haha!”, kata Anis memotong pembicaraanku tadi. Anis, temen sekelasku pada mata kuliah ini. Asalnya dari pekanbaru.
“Oiya
yu, tadi malam siapa?”, tanya Anis ke Ayu secara tiba – tiba. “Yang mana?”, jawab Ayu.
Mereka berdua berdiskusi seolah aku tak ada disitu. “Yang tadi malam di depan
kosan kamu”, tanyanya lagi.
“Oh itu, pacar aku dari padang”, jawabnya singkat. Aku cuma tertunduk diam. “Oiya? Eh jadi nasib si itu gimana?”, tanya Anis
sambil melirik ke arahku. Aku pura – pura gak denger lalu bersiul sambil ngeluarin
handphone. Menu, back, menu, back. Itu yang aku lakukan.
Kelas
pun usai. Kali itu, aku gak pulang bareng Ayu. Aku lebih memilih nongkrong bareng teman - teman sepergabutan. “Oh itu, pacar aku dari padang”, kata – kata itu terus terngiang –
ngiang di pikiranku sepanjang perjalanan pulang.
Hari
itu, aku baru tau kalau Ayu ternyata udah taken. Alias udah punya pacar. Kabar
baik buatku, tau info itu dari mulutnya sendiri. Dan sekaligus kabar buruk
buatku, karna udah terlanjur suka sama dia.
Semenjak
kejadian itu, aku lebih memilih untuk sedikit menjaga jarak dengannya. Walaupun
terasa sulit. Tapi apa daya, cuma itu yang bisa kulakukan pada saat itu.
Satu
hal yang aku pelajarin dari kejadian pagi itu. Kalau kita gak berani nanyain
langsung, “Kamu udah punya pacar belum?”. Kita juga gak akan pernah berani buat
nyatain, “Kamu mau gak jadi pacar aku?”.